
Perjalanan kali ini ditemani gerimis. Awan perlahan pekat mulai dari stasiun kereta api. Semakin gelap kala memasuki kawasan Podomoro City Deli yang berseberangan dengan Hotel JW Marriott, berdampingan dengan stasiun TVRI. Jalan padat merayap. Di persimpangan jalan Guru Patimpus, tepat di bundaran SIB hujan mulai turun satu-satu.
Dia memacu cepat laju kereta (sepeda motor), menyelinap di antara angkutan umum yang saling kejar penumpang. Bau tanah basah semakin tercium. Hujan. Beruntung hujan tak memaksa untuk berteduh, hanya sekadar basah. Itu bukan masalah. Kereta terus melaju menuju tempat tujuan yang disepakati di tengah perjalanan.
Bakso Sahabat di jalan Merak.
Di tempat ini beragam kenangan berkelebat mengisi ingatan. Bertahun-tahun lalu warung bakso tiga pintu ini menjadi tempat makan favorit selain warung bakso depan kampus, karena harga cukup ramah sama kantong mahasiswa. Alasan waktu itu, ya, seperti itu. Tapi sekarang berbeda, sebab tempat ini menjadi saksi kisah yang paling nano-nano.

Baca juga:Β Menikmati Mi Goreng di Cobek Ayam Penyet Plaza Medan Fair
Dulu saya sempat berpikir tidak akan pernah makan di sini lagi, jadi tiap kali lewat, hati rasanya seakan tersakiti. Hm! Sukurnya itu tidak terjadi. Saya diberi kesempatan makan di sini, dan tanpa bayar uang parkir sejumlah dua ribu rupiah, karena abang parkirnya sibuk nggak jelas.
Tidak ada yang berubah dari Bakso Sahabat, kecuali ukuran layar TV lcd semakin besar. Saya pilih meja dekat jendela yang ada kipas angin gantung. Dari dulu meja itu jadi favorit, tapi tidak pernah ingat nomor berapa.

Setelah menghela napas sejenak, abang yang lebih sering jaga meja kasir menghampiri dan memberi daftar menu. Saya pesan bakso mi putih dan teh manis dingin. Dia β teman saya β pesan mi bakso ayam suwir, bakso kosong, jus mentimun dan teh manis panas. Dia memang begitu. Suka pesan banyak dan kami makan berdua.
Tidak perlu waktu lama pesanan datang. Siap santap!

Well, saya akan review menu yang kami pesan. Porsi standar. Kalau belum kenyang tinggal pesan lagi saja. Bakso enak, bertekstur padat. Kekenyalan mi jagungnya oke. Rasa tidak mengecewakan. Tapi, ayam suwir kurang banyak. Hahaha. Ada bakso tahu juga. Selebihnya taburan daun seledri, bawang goreng, dan kerupuk.
Untuk minuman sudah menjadi rahasia umum, rasa tetap teh dan mentimun. Mengenai harga saya sudah sebut di awal, masih dalam kategori ramah kantong. Menu lain yang pernah saya coba selain bakso adalah mi ayam, mi tiaw goreng, dan nasi goreng. Mi ayam dapat nilai 8 dari 10, mi tiaw juga begitu. Khusus nasi goreng belum dapat tempat istimewa di lidah saya. Masih juara nasi goreng Mamak di rumah. Hehehe.
Tempat, di sini bisa buat arisan saking besarnya. Jadi, tidak perlu khawatir kursi penuh. Selain itu, bersih dan suasananya cukup tenang buat menikmati makanan sambil ngobrol santai.

Baca juga: Bakso Beranak Lina di Linsu (Lintas Sumatera-Aceh)
Terus saja mengobrol sampai lupa jam telah menunjukkan pukul lima tiga puluh. Sebenarnya tidak lupa, hanya saja waktu rasanya terlalu cepat berlalu. Sementara pertemuan ini tidak ingin diakhiri. Perjalanan saya masih jauh. Untuk sampai di rumah sekitar dua jam lagi. Dan dia harus menyelesaikan beberapa hal untuk kembali meninggalkan Sumatra, menjalankan tugas negara.
Pertama kali makan di Bakso Sahabat berlokasi di jalan Setia Budi dekat pasar pagi, cabang dari jalan Merak. Sekarang tutup. Jika dihitung hampir sembilan tahun lalu. Duh, lama sekali. Walau berbeda lokasi, Bakso Sahabat tetap jadi tempat makan paling memorable bagi saya, entah menurut dia. Semoga saja sama. Bagaimana dengan kamu, ada tempat makan yang punya sejuta kenangan?
Kalu jus mentimunnya berubah rasa jadi rasa jus jeruk, misalnya, itu boleh dirahasiakan..soalnya bakal terkesan ajaib..
Hahaha. Ada ramuan khusus berarti bisa berubah rasa
Follback kak